Mengunjungi kota lama adalah salah satu hal yang paling menyenangkan dalam traveling saya. Saya punya kekaguman tersendiri terhadap bangunan-bangunan tua berikut sejarahnya. Setelah sebelumnya sempat mengunjungi Georgetown di Penang, tidak lengkap rasanya jika saya tidak mengunjungi kota lain yang juga mendapatkan predikat World Heritage City dari UNESCO yaitu Melaka. Melaka/Malacca/Malaka adalah sebuah kota bersejarah yang bisa ditempuh sekitar 2.5 jam berkendara dari KLIA2.
Usai check-in di Terminal 2 Changi, saya beringsut ke
McDonalds untuk sarapan. Pesawat Tiger Air dengan nomor penerbangan TR2454 dijadwalkan akan
berangkat pukul 09:55.
Well, its Singapore's weather. One minute it was hot and suddenly its very very cloudy and few minute late drizzle and rain. Meskipun hujan agak deras ketika pesawat mulai taxiing ke runway, penerbangan tetap tepat waktu dan mendarat pukul 10:55 di KLIA2. Alhamdulillah!
Sejurus kemudian,
sesampainya di KLIA2 saya menuju loket pembelian tiket bus, yang saya cari
adalah Transnasional Bus yang melayani rute KLIA2 menuju Melaka. Bus ini
melayani rute KLIA2 – Melaka dengan jadwal 11 kali perjalanan tiap harinya. Tiket
dewasa seharga RM24.10 dan RM18.10 untuk anak-anak. Bus saya berangkat pukul 11:45
dan dijadwalkan sampai Melaka Sentral pukul 14:45. Sepanjang perjalanan saya
tidur. Info Transnasional Bus selengkapnya klik disini.
Sesampainya di Melaka Sentral jangan berusaha mencari bus Damri apalagi bus Sinar Jaya, carilah bus Panorama Melaka
yang berada di platform 17. Tujuan dari bus ini tidak lain adalah pusat kawasan
heritage di Melaka. Seperti umumnya bus kota di Malaysia, sediakan uang pas
karena sopir tidak akan memberikan kembalian. Ongkos bus ini sekali jalan
adalah RM2. Bus akan berhenti di Bangunan Merah atau Dutch Square, persis disebelah clock tower.
Dari situ saya hanya perlu berjalan beberapa meter menuju Voyage Cottage Lodge yang berada
Lorong Hang Jebat. Jangan sampai tertukar, karena ada Jalan Hang Jebat dan Lorong Hang Jebat. Dalam perjalanan menuju penginapan, saya dimanjakan dengan pemandangan bangunan-bangunan tua. Ya, inilah alasan saya berkunjung ke sebuah kota tua.
Penginapan saya mudah dicari karena selain berada tepat di pertigaan Jalan Kampung Kuli, pintu berwarna hijau toska itu cukup mudah dikenali. Oya, rata-rata penginapan di Melaka yang dekat dengan daerah heritage ini mirip kos-kosan loh. Hanya berisi 5 sampai 6 kamar saja.
Voyage Cottage Lodge ini sebuah penginapan sederhana yang
dikemas sedikit retro. Ya, walaupun kebanyakan penginapan disini juga konsepnya
begitu sih, mempertahankan wujud bangunan asli kemudian sedikit diberikan
sentuhan modern. Bagian belakang yang juga berpintu toska dari Voyage Cottage Lodge ini langsung menghadap ke Melaka River lho! Perlu deposit RM20 saat check-in untuk mendapatkan kunci kamar
kita. Deposit ini bisa kita ambil lagi sewaktu check-out. Info Voyage Cottage Lodge bisa klik disini.
Di sore menjelang malam ini ada baiknya kita mulai dengan seuatu yang bercita rasa lokal, Asam Pedas Melaka Hajjah Mona! Memang dah target nak makan asam pedas bila sampai kat Melaka. Tapi kali ni tak nak makan asam pedas ikan. Nak cari asam pedas tetel daging pulak. Siap tanya kat receptionist mana asam pedas tetel daging yang sedap kat Melaka. Nah, dia ada suggest kan kedai ni. Dan kebetulan memang aku ada google pasal kedai ni pun. Sebelum tu aku ada google pasal Asam Pedas Claypot Kota Laksmana, tapi ramai cakap tak sedap. Femes memang la femes tapi tang rasa dan harga ramai tak suggest kesana. Nah, resepsionis ni bagi positive review Hajjah Mona ni. So why not kita tray kat sini.
Jadi bagaimana bahasa Melayu saya? Lumayanlah ya berkat nonton Upin Ipin dan Boboiboy. Asam Pedas Hajjah Mona ini buka mulai jam 5 sore sampai 5 pagi. Tetel Daging yang saya cari ini sebenarnya kalau di Indonesia, di Warung Padang, mirip Gulai Cincang. Asam Pedas ini justru biasanya berisi Ikan Pari (stingray), Ikan Kembung Besar, Ikan Parang dan Ikan Tengiri. Disajikan dengan nasi dan side dish berupa telor asin dan lalapan yang mereka sebut dengan ulam. Jom makan malam di Melaka!
Awalnya memang hanya mau tetel daging, tapi sebelah saya nampaknya menikmati asam pedas ikannya, maka, saya pun nambah. Kan tidak sempat makan siang juga tho? Menurut Pak Cik yang berbagi meja dengan saya, ternyata umumnya ulam (lalapan) dalam asam pedas ini bukan tauge. Biasanya lalapan daun hijau atau timun iris. Selesai makan saya beralih ke Jonker Walk.
Jonker Walk yang berada di Jalan Hang Jebat ini adalah sebuah area serupa chinatown. Di sepanjang Jongker Walk, banyak kedai yang menjual barang-barang antik, tekstil, kerajinan tangan, souvenir dan makanan. Bagian terbaik dari Jonker Walk adalah pasar malam yang digelar pada akhir pekan. Jonker Walk sendiri sebenarnya juga merupakan kawasan bersejarah. Jalan sepanjang 500 meter ini diapit oleh rumah-rumah tua yang sudah berdiri sejak abad ke-17. Toko-toko barang antik di sini bahkan menampilkan artefak dari periode yang berbeda dari pemerintahan kolonial Portugis, Belanda, dan Inggris. Sejarah lengkap Jonker Walk bisa dilihat disini.
Keesokan paginya, pukul 07.00 saya check-out penginapan dan menitipkan tas di resepsionis untuk diambil nanti. Ya, siang nanti saya akan bertolak ke Kuala Lumpur. Dengan mengusung semangat212 membara saya bergegas menjelajahi Melaka. Mari mulai dengan menyusuri tepian sungai Melaka yang keruh!
Kawasan heritage Melaka ini berada dalam satu daerah. Jadi dalam satu putaran maka selesailah sudah. Dimulai dengan Dutch Square yang masyhur. Sejarah bermula dari penaklukan Belanda atas Kekaisaran Portugis pada tahun 1641 dan melakukan konversi gereja Katolik Roma. Gereja St. Paul berganti nama menjadi Bovenkerk (Gereja Atas) dan digunakan sebagai gereja paroki utama masyarakat Belanda. Pada 1741, dalam rangka memperingati seratus tahun penangkapan Malaka dari Portugis, Belanda memutuskan untuk membangun sebuah gereja baru untuk menggantikan Bovenkerk yang mulai tua. Gereja selesai dalam 12 tahun yang kemudian pada tahun 1753 menggantikan Bovenkerk sebagai utama Gereja Reformasi Belanda di Malaka.
Malaka kemudian dikuasai oleh Inggris 1826-1946. Untuk mengenang almarhum Ratu Victoria Regina, dibangunlah air mancur pada tahun 1901 bertepatan dengan Diamond Jubilee. Diamond Jubilee adalah perayaan untuk menandai ulang tahun ke-60 pemerintahan Raja atau Ratu Inggris. Berkat pendudukan Inggris pulalah, bangunan yang awalnya dicat putih, gereja dan bangunan Stadthuys disekitarnya dicat merah pada tahun 1911 dan skema warna khas ini dipertahankan sampai sekarang.
Turun bukit dan lanjut ke A Famosa, sebuah reruntuhan benteng Portugis yang hanya tinggal bagian depannya. Porta de Santiago adalah sebuah bangunan dengan gerbang kecil yang menjadi satu-satunya bagian dari benteng yang masih ada sampai hari ini. Di bagian depan juga ada meriam yang ukurannya jauh lebih kecil daripada meriam si Jagur yang ada di Museum Fatahillah. Lho, apa hubungannya meriam ini dengan meriam si Jagur? Si Jagur sejatinya adalah meriam Portugis dari Malaka yang direbut oleh Belanda. Meriam raksasa ini dibuat dari 14 meriam yang besinya dilebur menjadi satu dan diboyong ke Batavia tahun 1641 untuk memperkuat pertahanan kota. Bahkan hiasan jari di meriam si Jagur itu merupakan figur "fico" yang dalam bahasa Portugis berarti "good luck"
Pindah ke replika Istana Kesultanan Melaka. Replika istana yang dibangun disini adalah semasa pemerintahan Sultan Mansur Shah (1456-1477). Bagi penggemar sejarah, Sultan Mansur Shah ini terkenal berkat pasukannya yaitu Laksamana Hang Tuah dan sahabat-sahabatnya Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir dan Hang Lekiu. Juga kedekatan Kesultanan Melaka dengan Majapahit berkat perkawinan Sultan Mansur Shah dengan Putri Galuh Candra Kirana.
Kunjungan terakhir adalah Masjid Kampung Kling. Dan karena hampir masuk waktu dzuhur, saya berbelok dan bergegas untuk menunaikan sholat disana. Harus diakui, sekilas bangunan atap dari masjid yang berbentuk limasan ini mengingatkan pada arsitektur masjid-masjid Jawa. Bagian interiornya pun sangat nusantara sekali. Dari hasil googling, beberapa bahan material kayu, terutama yang digunakan untuk tiang penyangga utama (soko guru) didatangkan dari Sumatera. Perpaduan budaya yang selaras juga bisa kita lihat dari bentuk menara masjid yang menyerupai pagoda. Sejarah lengkap Masjid Kampung Kling bisa klik disini.
Bem vindo a Malacca! |
Lets go! |
Its rainy! |
Transnasional Bus |
Platform 17 |
Dutch Square |
Penginapan saya mudah dicari karena selain berada tepat di pertigaan Jalan Kampung Kuli, pintu berwarna hijau toska itu cukup mudah dikenali. Oya, rata-rata penginapan di Melaka yang dekat dengan daerah heritage ini mirip kos-kosan loh. Hanya berisi 5 sampai 6 kamar saja.
Di sore menjelang malam ini ada baiknya kita mulai dengan seuatu yang bercita rasa lokal, Asam Pedas Melaka Hajjah Mona! Memang dah target nak makan asam pedas bila sampai kat Melaka. Tapi kali ni tak nak makan asam pedas ikan. Nak cari asam pedas tetel daging pulak. Siap tanya kat receptionist mana asam pedas tetel daging yang sedap kat Melaka. Nah, dia ada suggest kan kedai ni. Dan kebetulan memang aku ada google pasal kedai ni pun. Sebelum tu aku ada google pasal Asam Pedas Claypot Kota Laksmana, tapi ramai cakap tak sedap. Femes memang la femes tapi tang rasa dan harga ramai tak suggest kesana. Nah, resepsionis ni bagi positive review Hajjah Mona ni. So why not kita tray kat sini.
Jadi bagaimana bahasa Melayu saya? Lumayanlah ya berkat nonton Upin Ipin dan Boboiboy. Asam Pedas Hajjah Mona ini buka mulai jam 5 sore sampai 5 pagi. Tetel Daging yang saya cari ini sebenarnya kalau di Indonesia, di Warung Padang, mirip Gulai Cincang. Asam Pedas ini justru biasanya berisi Ikan Pari (stingray), Ikan Kembung Besar, Ikan Parang dan Ikan Tengiri. Disajikan dengan nasi dan side dish berupa telor asin dan lalapan yang mereka sebut dengan ulam. Jom makan malam di Melaka!
Searah jarum jam, ikan tengiri, tetel daging, ikan pari, nasi + telur masin + ulam taugeh |
Jonker Walk yang berada di Jalan Hang Jebat ini adalah sebuah area serupa chinatown. Di sepanjang Jongker Walk, banyak kedai yang menjual barang-barang antik, tekstil, kerajinan tangan, souvenir dan makanan. Bagian terbaik dari Jonker Walk adalah pasar malam yang digelar pada akhir pekan. Jonker Walk sendiri sebenarnya juga merupakan kawasan bersejarah. Jalan sepanjang 500 meter ini diapit oleh rumah-rumah tua yang sudah berdiri sejak abad ke-17. Toko-toko barang antik di sini bahkan menampilkan artefak dari periode yang berbeda dari pemerintahan kolonial Portugis, Belanda, dan Inggris. Sejarah lengkap Jonker Walk bisa dilihat disini.
Keesokan paginya, pukul 07.00 saya check-out penginapan dan menitipkan tas di resepsionis untuk diambil nanti. Ya, siang nanti saya akan bertolak ke Kuala Lumpur. Dengan mengusung semangat
Good morning! |
Melaka River |
Queen Victoria Fountain |
Perjalanan berlanjut ke Gereja St. Paul yang berada di bukit belakang sekolah Dutch Square. Sebuah bangunan gereja yang pada awalnya dibangun pada tahun 1521, menjadikannya bangunan gereja tertua di Malaysia dan Asia Tenggara. Struktur aslinya adalah sebuah kapel sederhana yang dibangun pada tahun 1521 yang didedikasikan untuk Bunda Maria dan dikenal sebagai Nossa Senhora da Annunciada (Our Lady of Grace) atau Nossa Senhora da Annunciada (Our Lady of the Hill). Kapel ini dibangun oleh seorang Fidalgo (bangsawan Portugis) bernama Duarte Coelho, sebagai wujud syukur setelah berhasil lolos dari badai di Laut Cina Selatan.
Turun bukit dan lanjut ke A Famosa, sebuah reruntuhan benteng Portugis yang hanya tinggal bagian depannya. Porta de Santiago adalah sebuah bangunan dengan gerbang kecil yang menjadi satu-satunya bagian dari benteng yang masih ada sampai hari ini. Di bagian depan juga ada meriam yang ukurannya jauh lebih kecil daripada meriam si Jagur yang ada di Museum Fatahillah. Lho, apa hubungannya meriam ini dengan meriam si Jagur? Si Jagur sejatinya adalah meriam Portugis dari Malaka yang direbut oleh Belanda. Meriam raksasa ini dibuat dari 14 meriam yang besinya dilebur menjadi satu dan diboyong ke Batavia tahun 1641 untuk memperkuat pertahanan kota. Bahkan hiasan jari di meriam si Jagur itu merupakan figur "fico" yang dalam bahasa Portugis berarti "good luck"
Pindah ke replika Istana Kesultanan Melaka. Replika istana yang dibangun disini adalah semasa pemerintahan Sultan Mansur Shah (1456-1477). Bagi penggemar sejarah, Sultan Mansur Shah ini terkenal berkat pasukannya yaitu Laksamana Hang Tuah dan sahabat-sahabatnya Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir dan Hang Lekiu. Juga kedekatan Kesultanan Melaka dengan Majapahit berkat perkawinan Sultan Mansur Shah dengan Putri Galuh Candra Kirana.
Kunjungan terakhir adalah Masjid Kampung Kling. Dan karena hampir masuk waktu dzuhur, saya berbelok dan bergegas untuk menunaikan sholat disana. Harus diakui, sekilas bangunan atap dari masjid yang berbentuk limasan ini mengingatkan pada arsitektur masjid-masjid Jawa. Bagian interiornya pun sangat nusantara sekali. Dari hasil googling, beberapa bahan material kayu, terutama yang digunakan untuk tiang penyangga utama (soko guru) didatangkan dari Sumatera. Perpaduan budaya yang selaras juga bisa kita lihat dari bentuk menara masjid yang menyerupai pagoda. Sejarah lengkap Masjid Kampung Kling bisa klik disini.
Sayangnya, saya tidak jadi menunaikan sholat dzuhur disini karena berpatokan dengan waktu Indonesia. Umumnya waktu dzuhur di Indonesia adalah jelang tengah hari. Jadi, patokan saya pukul 11.30 ini adalah salah. Di Melaka, waktu dzuhur baru mulai pukul 13:20. Jadi saya hanya masuk sebagai pengunjung dan memotret seperlunya.
Kemudian setelah mengambil tas di penginapan, saya segera menuju Melaka Sentral. Pukul 13:50 saya sudah sampai, untunglah saya telah membeli tiket bus KKKL Express dengan keberangkatan pukul 14:30. Ongkosnya RM13:60 dan bus ini akan
mengantarkan saya ke Terminal Bersepadu Selatan (TBS) di Kuala Lumpur. Untuk mempermudah pembelian tiket bus dan kereta, kita bisa gunakan situs booking Easybook. Hampir semua moda transportasi darat di kawasan Singapore, Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Brunei, difasilitasi penuh oleh situs booking ini. Info lebih lengkap klik disini.
Dari Melaka Sentral ke TBS hanya perlu waktu 2 jam saja. 30 menit lebih cepat daripada melalui KLIA2. Kesan pertama sampai TBS ini adalah bangunannya yang super gede dan bahkan mirip bandara. Sangat jauh apabila dibandingkan dengan TBP (Terminal Bulupitu Purwokerto). Sesampainya di TBS saya tinggal menyeberang
ke Stasiun Bandar Tasik Selatan dan naik KTM Line (komuter) menuju KL Sentral.
Dari KL Sentral perjalanan saya teruskan dengan mengendarai ETS (Electronic Train System) berjadwal 18:50 menuju Ipoh untuk berburu karya Ernest Zacharevic disana. Siapa Ernest Zacharevic? Simak tulisan saya disini. Oya, seperti biasanya, tiket ETS bisa dibeli di Easybook. Sampai jumpa di postingan berikutnya!
KKKL Bus (images via: Google) |
Dari KL Sentral perjalanan saya teruskan dengan mengendarai ETS (Electronic Train System) berjadwal 18:50 menuju Ipoh untuk berburu karya Ernest Zacharevic disana. Siapa Ernest Zacharevic? Simak tulisan saya disini. Oya, seperti biasanya, tiket ETS bisa dibeli di Easybook. Sampai jumpa di postingan berikutnya!
Next destination: Ipoh! |